Jumat, 01 Juli 2011

Senapan SS1-R5 Raider

PDF Cetak Surel



Senapan serbu SS1-R5 didesain khusus bagi satuan elit TNI AD tingkat kodam yaitu Raider, tampilannya lebih ramping dan ringan serta memiliki akurasi yang tinggi. Senapan ini efektif saat digunakan dalam berbagai jenis operasi seperti penyergapan, penyusupan , kontak jarak dekat dengan medan hutan, gunung rawa, laut maupun perkotaan. SS1-R5 dapat dipasang sangkur dan berbagai jenis teleskop.
Seperti yang di ketahui, batalyon yang menggunakan senapan jenis ini adalah yonif 500/R milik Kodam V/Brawijaya. Kode R yang di gunakan adalah kependekan dari Raider dan R5 dibuat khusus untuk batalyon ini saja.
Melihat bentuknya yang pendek tentu saja akan dapat meningkatkan kemampuan dan mobilitas prajurit Raider dalam menjalankan tugas pokoknya meskipun di medan tertutup sekalipun prajurit dapat tetap bergerak dengan leluasa.
 

Rudal Hanud TNI AD ZUR-23-2KG Gun/Missile

PDF Cetak Surel
 

Sistem senjata anti-serangan udara ZUR-23-2KG Gun/Missile yang di gunakan oleh Arhanud TNI AD dirancang oleh grup Radwar merupakan kombinasi twin barrel gun kaliber 23mm dan dua tabung luncur rudal tembak bahu (MANPADS) Grom (setara dengan SA-7 Rusia). ZUR-23-2KG Gun/Missile ini termasuk kategori jarak pendek (VSHORAD - Very shorth air defence) dengan jangkauan tembak 100Km.
Dengan sistem Fire and Forget rudal tersebut setelah di tembakkan akan dengan sendirinya mencari sasaran yang yang mengandung sumber panas.
Alutsista ini di beli TNI AD pada tahun 2010 dengan di awali uji coba tembak di perairan Sekerat, Bengalon Kabupaten Kutai Timur Kalimantan.
ZUR-23-2KG Gun/Missile menggantikan posisi arsenal Denarhanud Rudal TNI AD yang sebelumnya di duduki oleh rudal Rapier dan akan di tempatkan di beberapa titik strategis di wilayah NKRI.
Spesifikasi :
Meriam kaliber : 23mm Twin barrel di lengkapi tabung luncur rudal
Kecepatan awal : 970 m/detik
Jarak Maksimal Vertical : 1500 m
Jarak Masksimal Horizontal : 2000 m
Rata- rata tembakan ( 2 Laras ) : 600 - 2000 butir / menit
Berat Total : 1250 Kg ( termasuk Kotak Amunisi, isinya dan terpal meriam )
Radius Tembak Rudal : 100Km

Sepak Terjang F-16 TNI AU Dan Keunggulannya

PDF Cetak Surel
  


Membahas tentang sepak terjang F-16 Fighting Falcon TNI AU dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya rasanya tidak akan pernah ada habisnya. Seakan terkesima melihat bentuknya yang kokoh dan gagah F-16 yang kita miliki ternyata sudah mempunyai segudang pengalaman dan cerita yang menarik.
Sejak kedatangannya di bumi Indonesia, 12 unit F-16 Block A/B 15 OCU buatan Lockheed Martin yang didatangkan secara bertahap tahun 1989, angkatan udara kita seperti mendapat suntikan segar. Secara perlahan daya pukul yang awalnya dipegang oleh A-4 Skyhawk buatan Douglas Aircraft Corporation pelan-pelan digantikan oleh 12 unit jet-jet tempur multi-role terbaru milik TNI AU tersebut. Tahun 1994 F-16 kita dalam Latihan Bersama (Latma) Australia – Indonesia dengan sandi Elang Ausindo di Medan sempat melakukan “Dog fight” melawan F/A 18 Hornet milik Australia baik 1 VS 1 maupun 2 VS 2. Ditangan penerbang kita Mayor Pnb Dede “Viper” F-16 yang kita miliki ternyata mampu menunjukkan keunggulannya dengan berhasil “menembak jatuh” hornet milik Australia satu-persatu secara bergantian. Jadi pilihan TNI AU terhadap F-16 sebagai alutsista pemukul utamanya adalah pilihan yang tepat.
Setelah kedatangan perdananya, TNI AU kemudian menempatkannya di Lanud Iswahjudi Madiun untuk dijadikan sebagai “sarang” F-16 Fighting Falcon. Pesawat tempur buatan Lockheed Martin ini selain mudah dioperasionalkan, dari segi maintenance juga tergolong mudah dan tidak terlalu ruwet untuk di pelajari sehingga tidak menyulitkan para teknisi kita. Sisi lain dari nilai plus pesawat ini yaitu pengalamannya di berbagai belahan dunia dalam mendukung air superiority sehingga F-16 Series mampu menyandang gelar “Battle Proven”.
Tapi tahun 1992 F-16 Block A/B yang kita miliki sempat mengalami penyusutan dari 10 unit menjadi 6 unit yang masih layak operasi akibat embargo yang diterapkan pihak barat atas tragedi Santa Cruz di Timor Timur. Dalam embargo tersebut pihak barat menghentikan pengiriman suku cadang dan berbagai peralatan militer ke Indonesia sehingga mengakibatkan merosotnya kemampuan tempur armada yang dimiliki oleh militer Indonesia. Setelah melihat kemajuan yang dilakukan pihak Jakarta dalam menyelesaikan berbagai kasus Hak Asasi Manusia (HAM), tahun 2005 AS secara bertahap membuka kembali “kran” embargo tersebut untuk mendukung militer Indonesia dalam memodernisasi alutsistanya.
Dengan berakhirnya embargo yang di terapkan oleh pihak barat TNI AU berusaha menghidupkan kembali sebagian armada F-16nya dengan membeli berbagai suku cadang seperti mesin dan avionik untuk di remajakan kembali setelah sekian tahun terseok-seok menggunakan mesin hasil kanibal. Bahkan saat ini setelah Indonesia berencana mengalokasikan sejumlah anggarannya untuk pembelian 6 unit F-16 terbaru block 52, AS sebaliknya menawarkan 24 unit F-16 secara hibah sebagai ganti pembelian 6 unit F-16 seri 52 bila pemerintah kita bersedia.
Hingga saat ini tawaran AS masih dalam tahap pertimbangan untuk dilihat dari segi untung ruginya, Selain itu diketahui TNI AU juga berencana untuk meningkatkan kembali sejumlah kemampuan F-16 A/B yang dimilikinya untuk ditingkatkan dari block 25 ke block 32 dengan mengganti system avionik dan persenjataannya dengan model yang terbaru.
Sejumlah Negara di berbagai belahan dunia menggunakan atau memilih pesawat tempur F-16 sebagai armada tempur udaranya termasuk Indonesia karena kemampuannya yang lincah saat di ajak bermanuver di udara dan mampu menunjukkan air superiority bagi Negara yang memilikinya. Dengan mesin Part & Whitney F100-PW.229 yang berdaya 24.000 lbs, F-16 mampu melesat pada kecepatan 2.173 km/jam (Mach 2). Selain itu, F-16 juga mampu diajak menanjak dan berbelok tajam pada rate of turn 19 derajat/detik dengan beban 9G serta mendarat dengan landing roll hanya sejauh 600 m pada kecepatan 155 knot. Lockheed Martin sebagai pihak produsen selalu mengembangkan kemampuan pesawat tempur ini.
Meski F-16 Fighting Falcon TNI AU hanya di persenjatai kanon, AGM-65 Maverick dan AIM-9P4 Sidewinder ditangan pilot penempur kita F-16 berhasil dijadikan sebagai pesawat Intercept yang tangguh di udara dan mampu menembakkan rudal-rudalnya dengan tepat kesasaran seperti yang pernah dilakukan di kepulaian karimunjaya pada tahun 2000. Sedangkan dalam berbagai misi air cover yang dilakukan F-16 dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia, sudah beberapa kali pesawat andalan TNI AU ini melakukan pengusiran dan mengintercept pesawat-pesawat asing yang dengan sengaja ataupun tidak telah memasuki wilayah Indonesia. Beberapa ada yang menjadi berita populer seperti peristiwa bawean tahun 2003 dan ada juga yang tertutup dikonsumsi publik dengan kualifikasi rahasia dan berstatus “Top Secret” sampai sekarang.(Ars)

Peran Anti Terorisme TNI VS Peran Anti Terorisme Polri

PDF Cetak Surel
Ditulis oleh admin   
Kamis, 03 Maret 2011 05:29



Peran AT TNI vs AT POLRI Peran anti teroris diemban oleh kedua badan ini. Terlepas dari kontroversialnya, Indonesia menganut prinsip pembedaan antara Keamanan Nasional dan Pertahanan Nasional, sesuai dengan amanat UU no 2 dan 3 tahun 2002. Dimana tanggung jawab itu diberikan pada Tni untuk masalah Pertahanan Nasional dan POLRI untuk Keamanan Nasional.
Hirarki peran
Jika dikembalikan pada logika mendasar, akan ditemukan hirarki peran itu lebih tinggi dari fungsi. Fungsi adalah kemampuan yang dimiliki oleh sesuatu untuk m emainkan suatu peran. Dari fungsi itu didapatkan kemampuan dan tiap kemampuan pasti mempunyai struktur. Sehingga didapatkan Peran – Fungsi – Kemampuan – struktur.
Peran AT pada POLRI dan TNI harus didasarkan pada berfungsinya masing masing unsur.
Cara untuk mengukur fungsi adalah kemampuan kemampuan yang ada di tiap fungsi tersebut. Dalam TNI misalnya, diperintahkan oleh Strategi Nasional 2009 untuk bisa menjalankan 3 fungsi dasar yaitu fungsi penangkalan (detterent), fungsi operasi militer dan fungsi operasi militer selain perang. Tiap fungsi mempunyai kemampuan, dalam fungsi penangkalan misalnya yang harus dimiliki adalah postur yang cukup dan manuver manuver, sementara fungsi operasi militer biasanya kemampuan yang harus dimiliki adalah sistem senjata, sistem telekomunikasi, sistem transportasi, sistem logistik, sistem medik.
Dalam fungsi operasi selain perang, kemampuan yang harus dimiliki sama dengan fungsi operasi militer, namun kecuali sistem senjata menjadi opsional, tergantung kebutuhan. Dengan berbekal Pasal 7 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 peran AT TNI misalnya adalah masuk dalam fungsi operasi militer selain perang, dengan kemampuan 5 sistem yang sudah disebut diatas dan dimainkan oleh TNI.
Demikian juga AT POLRI dengan berbekal Undang-Undang No. 15 Tahun 2003masuk dalam fungsinya menegakkan hukum, dengan kemampuan 5 sistem yang mirip dan dimainkan oleh unit Densus 88 POLRI.
Fenomena
Fenomenanya adalah TNI sampai saat ini belum dapat berpartisipasi dalam peran anti terorisme.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana seharusnya peran anti terorisme bisa dilaksanakan oleh militer dan polisi? Apakah benar POLRI sudah dapat menangani masalah terorisme?
Sebenarnya sudah dilakukan beberapa usaha untuk menggabungkan kedua potensi bangsa ini untuk menangani masalah anti terorisme. Misalnya Latihan Kesiapsiagaan dan Ketanggapsegeraan TNI - POLRI dalam Penanggulangan Aksi terror 2010 dengan sandi ‘’ Waspada Nusa II ‘’ Kamis (11/3), namun semua melakukan performa penanggulangan dengan tipe perang kota dengan menampilkan keterampilan perang jarak dekat yang sama.
Disini sebenarnya sudah terjadi keganjilan dimana wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra juga sudah mendesak pemerintah segera mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur koordinasi antara TNI dengan Polri dalam penanggulangan teroris.

PENEMBAK JITU


Penembak jitu adalah istilah yang dipakai pada bidang militer. Seorang penembak jitu terlatih untuk menembak secara tepat dan akurat dengan menggunakan senapan tipe tertentu. Beberapa doktrin militer memakai penembak jitu yang tergabung dalam infanteri tingkat regu.
Penembak jitu modern sering disamakan dengan penembak runduk (sniper), padahal, keduanya sebenarnya berbeda.

Sejarah
Salah satu awal munculnya penembak jitu adalah dalam Revolusi Amerika. Kompi senapan Amerika, yang dipersenjatai Pennsylvania/Kentucky Long Rifle, menjadi prajurit dalam Tentara Kontinental. Karena keakuratan prajurit-prajurit ini, banyak perwira Inggris yang harus mencopot lambang perwira mereka, agar tidak dijadikan target.
Pemakaian awal penembak jitu lainnya adalah pada Angkatan Darat Inggris di era Napoleon. Ketika itu, tentara lain lebih banyak menggunakan musket yang tidak akurat, tapi Green Jackets Inggris menggunakan senapan Baker yang terkenal. Dengan alur khusus didalam larasnya, senapan ini jauh lebih akurat, walau pengisiannya lebih lama. Para pemakai senapan ini termasuk tentara elit Inggris, dan menjadi garis depan yang diandalkan pada banyak pertempuran.
Penembak jitu juga dipakai pada Perang Saudara Amerika. Penembak jitu ini digunakan oleh kedua pihak yuang berperang. Prajurit elit ini terlatih dan dipersenjatai dengan baik, dan juga ditempatkan di garis depan sebagai yang pertama melawan musuh.
Perbedaan penembak runduk dengan penembak jitu
Beberapa doktrin membedakan antara penembak runduk (sniper) dengan penembak jitu (marksman, sharpshooter, atau designated marksman). Sniper terlatih sebagai ahli stealth dan kamuflase, sedangkan penembak jitu tidak. Sniper merupakan bagian terpisah dari regu infanteri, yang juga berfungsi sebagai pengintai dan memberikan informasi lapangan yang sangat berharga, sniper juga memiliki efek psikologis terhadap musuh. Sedangkan penembak jitu tidak memakai kamuflase, dan perannya adalah untuk memperpanjang jarak jangkauan pada tingkat regu.
Penembak jitu umumnya memiliki jangkauan sampai 800 meter, sedangkan sniper bisa sampai 1500 meter atau lebih. Ini dikarenakan sniper pada umumnya menggunakan senapan runduk bolt-action khusus, sedangkan penembak jitu menggunakan senapan semi-otomatis, yang biasanya berupa senapan tempur atau senapan serbu yang dimodifikasi dan ditambah teleskop.
Sniper telah mendapatkan pelatihan khusus untuk menguasai teknik bersembunyi, pemakaian kamuflase, keahlian pengintaian dan pengamatan, serta kemampuan infiltrasi garis depan. Ini membuat sniper memiliki peran strategis yang tidak dimiliki penembak jitu. Penembak jitu dipasang pada tingkat regu, sedangkan sniper pada tingkat batalyon dan tingkat kompi.

Militer Dalam Suprastruktur Ideologi

Willy Aditya

Negara Kesatuan Republik Indonesia harga mati dan Pancasila sakti. Dua jargon tersebut mempresentasikan struktur dominan relasi ideologis dalam perjalanan kebangsaan Indonesia. Keampuhan jargon tersebut telah mematahkan sekian banyak rencana pemisahan daerah dari kesatuan republik, aksi-aksi massa dengan stempel subversif, sampai pertentangan politik yang membahayakan kekuasaan.

Kaum strukturalis meletakkan militer dalam ranah yang disebut sebagai suprastruktur ideologi (bangunan atas struktur masyarakat). Pandang tersebut berangkat dari tinjauan determinisme ekonomi. Sementara basis struktur (infrastruktur: kekuatan produksi, alat produksi, dan hubungan produksi) merupakan fondasi bagi suprastruktur yang terdiri dari dua gugus, yaitu nilai dan pelembagaan dari nilai. Intelektual menjalankan fungsi hegemoni dengan mereproduksi nilai-nilai yang melanggengkan kekuasaan dengan segala mantra ilmu pengetahuan. Sementara militer secara institusional melanjutkan dalam dominasi kehidupan keseharian dan menjaga kekuasaan untuk tetap survive.

Pertanyaan mendasar yang selalu hadir, apakah determinisme ekonomi masih berlaku mutlak dalam realitas kekinian? Determinisme ekonomi dengan kasatmata dapat terpotret dalam gambaran Fredric Jameson tentang globalisasi sebagai "the becoming of cultural of economic and the becoming economic of cultural". Globalisasi atau neoliberalisme digambarkan sebagai paket ideologi yang bermuataan nilai-nilai politik, sosial, budaya, dan lain-lain. Globalisasi bukanlah makhluk dan organisme baru, melainkan komodifikasi dari ekspansi modal yang utuh, dalam termilogi lampau dimaknai sebagai neokolonialisme dan imperialisme.


Joseph S Nye Jr juga memaparkan dua jenis kekuasaan dalam globalisasi diimpamakan seperti carrot and stick atau dalam bahasa politiknya hard power dan soft power. "Jika kau nakal dan membangkang, maka akan kugunakan tongkatku untuk memukulmu, tapi jika kau seorang kelinci yang manis dan penurut, maka kugunakan wortel untuk membuatmu tetap berada dalam lingkaran kekuasaanku!"

Begitulah pendekatan kelas dominan dan negara superpower dalam penyelesaian konflik dunia yang terjadi seperti Afghanistan, Irak, dan Darfur. Kelas dominan menegakkan hegemoninya melalui demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara untuk mendaratkan hegemoni menjadi dominasi, kekuasaan melancarkan perang melalui instritusi militer sebagai wujud penguasaan teritori dan perebutan sumber daya alam.

Amy Goodman dalam Perang Demi Uang menggambarkan suprastruktur dalam negara liberal didominasi oleh OLIgarki. Sekelompok orang dari industri minyak yang mengambil alih kepemimpinan politik suatu negara. Lalu mereka membajak militer dan menduduki sebagian besar kawasan penghasil minyak dunia. Mereka memperkaya diri sebanyak-banyaknya dan memastikan keberlanjutan kendali atas minyak dunia. Demi bertahan hidup, biasanya anggota OLIgarki perlu mengakhiri kebebasan sipil, menggambarkan penambahan kekayaan sebagai tugas patriotik, dan mengandalkan kerja sama pers yang bersikap seperti budak.¹

Lebih lanjut Amy Goodman memberikan list para pemeran OLIgarki dalam kekuasaan Amerika Serikat sebagai berikut. George Bush, presiden (pengusaha minyak yang gagal); Dick Cheney, wakil presiden (mantan CEO Halliburton, perusahaan jasa minyak terbesar di dunia); Condoleezza Rice, penasihat keamanan nasional (mantan anggota direksi Chevron selama satu dasawarsa dan ada tanker minyak yang dinamai sesuai namanya); Spencer Abraham, menteri energi (mantan penerima sumbangan kampanye terbesar dari industri otomotif sebagai senator selama satu periode); Don Evans, menteri perdagangan (mantan CEO dan direktur Tom Brown Inc, perusahaan minyak dan gas senilai miliaran dolar); Gale Norton, menteri sumber daya (mantan pengacara untuk Delta Petrolium); dan Andrew Card, kepala staf (mantan kepala pelobi General Motors).

Jika kelas dominan menempatkan militer sebagai alat penjaga sekaligus pemukul modal. Posisi ini jauh berbeda dari tradisi revolusioner yang merepresentasikan perlawanan dalam menggulingkan kelas dominan. Praktik ini dilakukan oleh Mao Tse Tung dalam revolusi Tiongkok yang secara tegas mengatakan "kekuasaan senjata harus tunduk di bawah komando partai!".

Dalam rangka revolusi, seseorang mutlak harus memobilisasi massa untuk melakukan perjuangan politik dalam segala bentuk, dengan demikian mendidik, membesarkan hati dan mengorganisir mereka; mengembangkan partai dan organisasi politik massa (untuk membangun 'tentara politis massa'. Hanya pada beberapa hal, saat kondisi bervariasi, seseorang harus membangun kekuatan bersenjata rakyat revolusioner dan memicu sebuah perjuangan bersenjata. Organisasi politis massa membentuk basis kekuatan tentara rakyat.²

Kedua persektif liberal ataupun revolusioner bersepakat bahwa militer semata-mata hanya alat kekuasaan yang keberadaannya mutlak berada di bawah otoritas yang lebih tinggi, yaitu politik. Pandangan liberalisme meletakkan supremasi sipil di atas militer dalam kerangka pertahanan nasional di mana kedudukan institusi militer merupakan subordinasi dari otoritas pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis melalui kontestasi elektoral (civilian supremacy upon the military). Konsep supremasi sipil atas militer melekat dalam pengertian demokrasi di mana militer sebagai aktor yang memonopoli kekerasan secara formal dan legal.

Lima puluh tahun lebih Indonesia merdeka sebagai pencapaian suatu negara dalam mengusir kolonialisme. Sepanjang kurun waktu itulah Indonesia sudah berulang kali berganti sistem kepolitikan dan pemerintahan. Sebagai suatu negara merdeka warisan kolonial Belanda, proyek bersama³ menjadi suatu bangsa selalu pasang-surut. Setelah terinterupsinya program Bung Karno melalui nation and chacter building sampai sekarang Indonesia sebagai nation belumlah klimaks. Sistem kepolitikan Indonesia pada masa setelah kemerdekaan begitu dinamis dan maju dalam pemisahan respulika (polis) dan resprivata (oicos) dalam tatanan bernegara.4
Indonesia sekarang dalam gugus pengetahuan dan ruang praktik kepolitikan sangat kerdil dan cendrung degradatif.


Militer dalam sejarah kenegaraan Indonesia menjadi prominent hampir setiap agenda-agenda perubahaan politik. Posisi ini tak terlepas dari segi kesejarahan dalam militer Indonesia yang dipandang sebagai warrior (tentara penakluk). Dalam doktrin TNI kemudian dibahasakan sebagai tentara pejuang dan tentara rakyat yang manunggal bersama rakyat. Doktrin sistem pertahanan semesta (total war) dijadikan sebagai legitimasi militer untuk jauh menancapkan kuku tidak hanya dalam ranah politik, tetapi juga dalam sosial dan budaya masyarakat. Intervensi militer dalam politik lebih menonjolkan alasan kesejarahan perjuangan bangsa dan negara yang berpandangan militer di negara-negara dunia ketiga, khususnya Indonesia, berbeda dari negara-negara lain.


Setelah gerakan reformasi 1998 menggelora sebagai skema demokratisasi, keberadaan militer sebagai pendukung utama Orde Baru (ABRI, Birokrasi, dan Golkar) menjadi santer dibahas. Agenda yang sering didengung-dengungkan oleh gerakan prodemokrasi adalah "back to barrac!". Demokrasi dijalankan untuk menghilangkan keterlibatan secara langsung militer dalam panggung politik baik legislatif maupun eksekutif. Selanjutnya menggerus bisnis-bisnis yang dioperasionalkan institusi militer setelah kemerdekaan. Agenda-agenda yang disebut sebagai security sector reform berjalan di bawah negosiasi-negosiasi kepentingan antara kekuasaan lama dan kekuasaan baru. Di sisi lain kalangan civil society sebagai kekuatan presure masih belum efektif dan terdapat kebolongan-kebolongan secara epistemologi dan aksiologi tentang politik dan militer itu sendiri.

Jauh sebelum demokrasi dipopulerkan di Yunani, politia atau politik sudah meletakkan role of engagement secara tegas tentang otoritas kekuasaan dalam masyarakat. 'Politik' berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai makna berkaitan dengan keteraturan, keindahan, dan kesopanan bagi warga kota. Aristoteles memaknai politik sebagai seni tertinggi untuk mewujudkan kebaikan bersama (common and highest good). Sementara negara ditempatkan sebagai lembaga yang kedudukannya berada di atas rakyatnya. Negara memegang peranan mutlak dalam menentukan apa yang baik dan seharusnya bagi rakyatnya. Aristoteles menempatkan kekuasaan yang besar pada negara merujuk pada individu akan menjadi liar dan tak terkendali bila negara tidak memiliki kekuasaan yang besar. Lebih lanjut Aritoteles menguraikan bahwa individu memiliki kecenderungan yang keras untuk bertindak atas dasar kepentingannya sendiri. Karena itu, agar keadaan masyarakat tidak menjadi kacau, harus ada lembaga yang kuat untuk mengarahkan individu-individu dalam masyarakat dalam penegakan moral.


Militer dalam konsep politik Yunani kuno ditempatkan dalam ranah oicos yang diasosiasikan sebagai suatu yang 'tidak mulia atau kotor' dan tidak memiliki otoritas apa pun. Sementara senat adalah ruang pertarungan gagasan dan otoritas yang menempati ranah polis. Tugas militer tak lain hanya berperang untuk kejayaan bangsa dan persoalan keputusan politik bukanlah urusan militer, melainkan sepenuhnya di tangan senat.

Peran militer dalam politik sangat dipengaruhi oleh konflik kepentingan dan ketegangan kelas yang sedang bertarung memperebutkan kekuasaan.

Militer yang prominence dalam sejarah nation state Indonesia dipandang sebagai suatu bentuk pretorianisme di mana intervensi politik tidak berdiri tanpa dominasi terhadap aset-aset ekonomi. Secara implisit terjadi pengakuan terhadap praktik pretorianisme selama masa pembangunan ekonomi berlangsung dan mengakhiri pertentangan ideologis sejak tahun 1965. Di awal kemunculan Orde Baru, kekuasaan militer tampil dalam ekspresi pretorian populis yang didukung oleh kelompok menengah, gerakan massa, dan aksi-aksi mahasiswa. Karakter pretorian populis segera berubah menjadi oligarkis setelah terjadi konsolidasi kekuasaan yang solid yang didukung penuh oleh perwira-perwira pro- pembangunanisme yang berkiblat ke Barat.5

Amos Perlmutter dalam The Military and Politics and Modern Times memformulasikan dua bentuk kontrol terhadap militer. Subjective Military Control diterapkan oleh negara-negara totalitarian dalam relasi kekuasaan politik (partai) terhadap institusi militer. Kontrol terhadap militer dibangun berdasarkan penempatan komisaris-komisaris politik partai untuk menjalankan civilazation of military. Sementara Objective Military Control hadir sebagai jawaban untuk menarik militer dari kepentingan politik yang populer dengan istilah militerization of military. Pandangan ini berawal dari revolusi industri di Eropa, di mana terjadi perebutan pengaruh terhadap militer oleh kalangan borjuasi terhadap kaum aristokrat (feodal) yang mendominasi alat-alat kekerasan.


Revolution Military Affair (RMA) berkembang dengan pesat yang menggabungkan elemen ilmu kemiliteran dan kemajuan teknologi dengan seni manajemen yang efektif dan efesien. Sebelum konsep RMA yang mengusung profesionalisme militer, para tokoh filsafat seperti Plato dan Aristoteles sudah meletakkan fondasi militer dalam ranah sosial kemasyarakatan pada zamannya. Militer adalah kekhususan dalam hubungan antarmasyarakat karena secara institusional militer memiliki dominasi atas tindak kekerasaan serta dibebastugaskan dari fungsi sosial seperti kegiatan berproduksi. Bahwa militer harus profesional mengusasai ilmu kemiliterannya merupakan suatu keharusan dan secara aksiologis militer bukanlah pelaku utama kegiatan sosial, politik, apalagi ekonomi, merupakan keniscayaan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai harga mati dan Pancasila sakti yang dipandang sebagai tanggung jawab militer terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia secara politis-ideologis harus mengalami transformasi. Semangat kebangsaan haruslah berdialektika dengan zamannya, bukan lagi klaim dan dominasi sejarah sepihak. (E4)

UFO MUNCUL LAGI

Seperti yang dikabarkan oleh Yahoo! News China, menginformasikan bahwa sebuah desa di pegunungan Qinling menghilang pada tengah malam. Kejadian ini terjadi pada tanggal 13 Oktober 2010.
Kejadian aneh ini, sedang dalam peliputan para jurnalis. Belum banyak informasi yang didapat karena hingga saat ini, lokasi kejadian masih dalam penjagaan pihak militer. Seluruh akses ke tempat tersebut ditutup oleh barikade militer. Tidak ada warga sipil yang boleh mendatangi lokasi tersebut.
Media Cina sangat terkontrol, dan sebagai hasilnya kebanyakan cerita banyak disensor atau ditolak sama sekali kecuali mereka bergerak melalui jalur resmi. Jadi video ini di samping rumor penampakan UFO  yang terjadi pada 13 Oktober  menjadi sesuatu yang bahkan lebih aneh. Tetapi apakah itu sesuatu yang lebih dari rumor? Setelah menjelajahi semua informasi yang tersedia di daerah selama berjam-jam hampir lima belas jam, serangkaian penampakan UFO kemungkinan telah muncul.
Beberapa orang melihat UFO terbang di sekitar pegunungan itu, sehingga muncul presepsi bahwa desa tersebut “dijadikan cindera mata” oleh “tamu dari luar bumi”
Hal mengenai kejadian ini sangat jarang sekali, maksud saya, semua yang ditulis hampir sama. Jika hal ini memang benar-benar bukan hoax, maka kejadian ini akan menjadi berita besar di tahun 2010 ini. Jika ada perkembangan, akan saya update kembali.